Anjing dan Hantu

“Rumah ini menyeramkan…” teriak Audrey ketika memasuki rumah barunya. “Sudah, jangan bersungut-sungut. Ini rumah yang paling baik yang bisa kita dapatkan di daerah ini, untuk saat ini.” kata ibunya menentramkan amukan Audrey. “Rudy… Rudy… mana pula anjing itu, malah keluyuran.” Mr. Gary memanggil-manggil anjingnya. Rudy berjalan pelan-pelan seperti acuh tak acuh mendekati rumah.

Oh iya, perkenalkan, aku Rudy, seekor anjing peranakan hibrida (kalau kata orang-orang anjing kampung). Aku diadopsi keluarga ini dengan terpaksa, demi status Mrs. Linda, yang adalah salah seorang anggota di perkumpulan penyayang binatang, padahal dia tidak suka anjing. Akupun tak tahu bagaimana seorang wanita yang tidak suka binatang bisa ikut dalam organisasi itu. Mr. Gary adalah pegawai bank yang baru saja diangkat menjadi kepala cabang di kota satelit ini, oleh karena itu ia dan keluarganya pindah ke rumah baru ini.

Rumah baru ini sederhana bergaya khas Amerika, terasnya terlihat nyaman dengan undakan beberapa anak tangga dan balkon kecil sebelum mencapai pintu utama. Saat pertama kali masuk ada ruangan kecil untuk menyambut tamu dengan sofa dan meja kecil dibatasi dengan rak kayu sebelum masuk ke ruang keluarga. Ruang keluarga berisi sofa memanjang dilengkapi dengan TV LCD berukuran 32″. Dibelakangnya terdapat dapur yang tidak terlalu besar dan di luar dapur ada taman bermain kecil dengan ayunan di dalamnya. Seperti kata Audrey, aura rumah ini memang tidak membuat nyaman.

Aku masuk dengan gontai ke dalam rumah, lalu mengarah ke taman tersebut. Audrey yang melihat ayunan berlari menyenggolku ke arah taman. “Orang udik,” pikirku “seperti baru melihat ayunan sekali ini saja.” Saat sampai di taman kulihat ada seorang gadis duduk di ayunan, menggoyangkan ayunan itu pelan-pelan dengan tangannya yang memegang tumpuan ayunan itu, dan itu bukan Audrey. Ketika Audrey akan duduk di ayunan itu, aku menggonggong. “Walau aku tidak dipelihara dengan baik di keluarga ini, tapi paling tidak aku harus tetap melindungi keluarga ini jika terjadi apa-apa.” pikirku.

“Guk… Guk… Errrrrr…” aku menggeram.

“Sssttt…. Hush, pergi sana kau anjing payah.”

“Guk… Guk…. Guk… Rrrraawww…” aku mencoba makin galak, tetapi gadis itu tetap diam di ayunan, dan kelihatannya Audrey tidak melihatnya. “Bagaimana bisa dia tidak melihat gadis itu…” pikirku. “”Hei, Audrey bodoh, di ayunan itu ada orangnya.” itu yang akan aku katakan seandainya aku bisa bicara.

“Mom… Dad… tolong diamkan anjing ini, berisik sekali. Aku mau main ayunan.”

Gadis di ayunan itu berdiri, ayu tetap menyalak. Dia mendekatiku lalu berkata, “Kamu bisa melihatku?”. Aku berhenti menggeram, bingung harus menjawab apa, lalu seperti biasanya aku menjawab dalam pikiranku, “Ya, aku dapat melihatmu gadis bodoh. Hanya saja Audrey yang bodoh itu tidak dapat melihatmu.” Lalu gadis itu berbicara lagi, “Hei, jangan bilang aku bodoh, aku Katy, kamu siapa?” Aku terduduk, terbengong-bengong, “Gadis ini bisa membaca pikiranku.”

“Kupikir kau berbicara padaku, itu hanya pikiranmu saja?”

“Hahaha… Gadis ini bisa mengerti pikiranku. Aku Rudy. Kenapa Audrey tidak bisa melihatmu?”

“Aku hantu, aku sudah meninggal, tapi tetap tinggal di rumah ini. Aku baru tahu kalau anjing sepertimu bisa melihat hantu, senang rasanya ada yang bisa diajak bicara.”

“Hantu? Sudah meninggal? Kau terlihat sama saja seperti Audrey bagiku. Kapan kau meninggal? Memangnya tidak ada lagi yang bisa kau ajak bicara?”

“Aneh… hehe… Hmmm… sudah hampir 8 tahun sekarang. Semua penghuni rumah ini sebelumnya tidak ada yang bisa melihatku, jadi biasanya untuk menarik perhatian aku suka cari keributan. Kupecahkan piring, kaca jendela, mengetuk-ngetuk pintu, dan sebagainya; tetapi sesudah kejadian-kejadian seperti itu mereka malah ketakutan dan pindah rumah, payah…”

“Hahaha… kau aneh yah. Tapi aku pun senang ada yang bisa kuajak bicara di sini.”

“Eh? Kupikir kau berteman baik dengan anak bernama Audrey itu. Anjing biasanya dekat dengan keluarga yang memeliharanya.”

“Keluarga ini tidak peduli denganku, mereka merawatku seadanya saja. Aku diadopsi hanya karena Mrs. Linda salah seorang anggota di kumpulan penyayang binatang, padahal dia sendiri tidak suka anjing. Biasanya aku makan sisa makanan mereka, kalau tidak ada aku harus mengorek-ngorek tempat sampah mencari makanan, tetapi ketika aku pulang dengan bau sampah aku malah dipukuli.”

“Kupikir tadi kau menggonggong untuk melindungi dia.”

“Aku hanya mencoba membalas budi keluarga ini, meski sedikit paling tidak aku bisa hidup layak, tidur di bawah atap rumah, makan dan minum cukup terjamin. Aku berkata pada diriku sendiri, seburuk apapun sikap mereka terhadapku, aku akan tetap menjaga keluarga ini.”

“Kau anjing yang baik. Aku tidak pernah punya binatang peliharaan selama aku hidup, senang bertemu denganmu, Rudy.”

“Aku juga senang bertemu denganmu, Katy.”

Sejak saat itu aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan Katy, mengobrol dengannya, berkeliling rumah, menemaninya bermain ayunan. Keluarga Mr. Gary kebingungan dengan tingkahku yang semakin sering terlihat bengong, duduk tak acuh, nongkrong di taman belakang berlama-lama; mereka pikir aku sakit padahal aku hanya mengobrol dengan Katy. Mereka juga tidak ambil pusing dengan itu, asalkan aku tidak mengganggu maka itu baik.

Sampai suatu ketika Katy berkata,”Rudy, terima kasih sudah menemaniku selama ini. Aku rasa aku tahu kenapa sampai saat ini aku terus tinggal di sini dan tidak bisa pergi ke alam sana, aku butuh teman sejati dan aku rasa aku sudah menemukannya. Aku merasa sudah saatnya aku melepaskan diri dari dunia dan pergi ke tempat di mana aku seharusnya berada, aku merasakan tarikannya. Terima kasih Rudy, terima kasih banyak temanku. Selamat tinggal.”

Aku tidak siap, aku tidak tahu harus berkata apa dan tiba-tiba Katy menghilang. Aku gelisah dan mulai berlari-lari mencari Katy, menggonggong, menyalak berharap Katy mendengar. Keluarga Mr. Gary mulai terganggu dan aku seperti biasa dipukuli dan dikurung di luar, di taman di mana aku biasanya menemani Katy bermain ayunan. Tak lama aku jatuh sakit, nafsu makanku menghilang. Keluarga Mr. Gary tidak ada satupun yang peduli padaku. Aku makin lemah dan akhirnya aku pun meninggal, menyusul Katy teman baikku di alam sana.

Dukun Domba

“Satu… Dua… Tiga… mmmpp… rrrrgghh… ti..ga..ti..gaa…” lalu Genta pun tertidur.

Genta, karyawan swasta, punya kebiasaan menghitung domba sebelum tidur. Sebelumnya Genta sering sulit tidur, tapi setelah diberi saran oleh Panji teman sekantornya untuk menghitung domba, Genta menjadi lebih mudah untuk tidur. Sebelum tidur, Genta membiasakan diri untuk membayangkan kumpulan domba-domba di padang rumput lalu mulai menghitungnya satu per satu sampai tertidur. Awalnya dia bisa menghitung sampai 100 lebih domba baru dapat tertidur, namun sekarang dia sudah dapat tertidur di bilangan 30an. Kebiasaan tersebut terbawa hingga sekarang.

Sampai suatu saat, ketika Genta akan tidur, memejamkan mata, dan membayangkan domba di padang rumput, domba-domba itu tidak ada. Padang rumput itu kosong. Genta panik. Ia bangun dari tempat tidurnya, mencuci muka, minum air banyak-banyak, lalu mencoba kembali untuk tidur. Hasilnya tetap sama, padang rumput itu kosong, tidak ada domba.

Keesokan paginya, dengan muka lesu Genta mendatangi Panji, “Ji, domba-domba di padang rumputku hilang, aku tak bisa tidur semalaman, piye iki?”. “Kau tenang lah dulu, pagi-pagi sudah panik saja soal domba, minum lah dulu ini.” Pandji menyodorkan air pada Genta.

“Piye Ji, ora iso turu aku, domba-domba ne lungo, pergi, ilang.” Genta panik.

“Tenang dulu lah kau, mana lah mungkin hilang domba-domba itu, kau saja kurang rileks, santai lah dulu sebelum kau tidur, coba lah lagi nanti malam. Mungkin tadi malam kau terlalu stress.”

“Aku selalu rileks tiap malam koq, bahkan setelah domba-domba itu ilang aku mencuci muka dan minum air banyak-banyak biar tenang, tetap saja domba itu tidak ada di tempatnya seharusnya berada.”

“Halah, kau ini, coba lagi nanti malam, tenangkan dirimu dulu, mau pergi ke mana domba-domba itu, semuanya ada dalam kepalamu, kau yang tentukan lah domba-domba itu ada di mana.”

“Baiklah, kucoba lagi malam ini.”

Malam itu, saat akan tidur Genta mencoba kembali untuk membayangkan domba-domba di padang rumput dan sekali lagi dia gagal, domba-domba itu tidak ada. Hal tersebut terjadi sampai seminggu lamanya. Genta selalu sulit tidur, datang ke kantor dengan lesu, yang mengakibatkan kinerjanya menurun dan kawan-kawannya mulai resah.

“Genta, kalau begini terus, kami juga yang repot, kamu minum obat tidur saja lah.” kata seorang temannya. “Aku tak mau minum obat tidur, takut ketagihan, nanti overdosis, mati,” jawab Genta. Lalu Bang Fauzi menghampiri,”Ta, ente coba dateng ke ni dukun, ane dapet rekomendasi ni dukun oke punya, bisa lah dia ngatasin masalah ente.” Genta bimbang, “Dukun? Yakin, Bang?”. “Udah datengin aja dulu, kaga ada salahnye.”

Genta yang kehabisan akal akhirnya mencoba datang ke dukun yang direkomendasikan oleh Bang Fauzi. Sesampainya di sana, si dukun bertanya,”Nak Genta, apa masalahmu?”

“Aku ora iso turu, Mbah, ngga bisa tidur.”

“Biasanya apa yang kau lakukan?”

“Aku dulu dapat saran dari temanku, si Panji, dia bilang coba hitung domba.”

“Hitung domba? Menarik, coba ceritakan, Nak”

Genta menceritakan bahwa dia mendapat saran dari temannya, Panji untuk menghitung domba di padang rumput sebelum tidur. Cara itu berhasil, hingga akhirnya seminggu yang lalu dia tidak bisa lagi membayangkan domba-domba itu di padang rumput, yang dia bayangkan hanya padang rumput kosong. Lalu si dukun menanggapi,”Hooo… jadi sekarang kau sulit tidur karena domba-domba itu menghilang. Masalah mudah.”.

Esok harinya, Genta datang ke kantor dengan kondisi lebih baik, terlihat cerah dan segar. “Ji, Panji, dukun dari Bang Fauzi tuh ampuh bener, aku disuruh membayangkan pantai, bukan padang rumput, ternyata domba-dombaku lagi liburan. Aku bisa tidur nyenyak tadi malam. Mantap tenan.” Panji terbengong-bengong dan menepuk jidatnya, “Sempruulll…”

luas-lahan-padang-rumput-yang-ideal-untuk-gembala-domba

 

Kutukan Kota Mati

Kota itu diam, mati. Tidak ada lagi getaran di sendi-sendinya, kehidupan di buluh nadinya. Terbengkalai, tak terurus, kosong. Sampah-sampah berserakan, daun-daun kering terhampar, rumah dan gedung bagai puing-puing sejarah. Pohon-pohon dan sungai kering. Tak terlihat pergerakan manusia satu pun. Yang terdengar hanya sapuan angin meniup debu, sisanya hanya kesunyian. Ketika malam yang ada hanya kegelapan, desahan angin malam menanti kehidupan, tapi tak kunjung datang. Kota itu mati dikutuk.

***

Sebelumnya kota kecil itu ramai. Pasar riuh rendah dipenuhi kicauan pedagang dan ibu-ibu pembeli bahan penganan yang tawar menawar. Mobil dan motor berkeliaran memenuhi udara dengan polusi. Warung-warung kopi dipenuhi asap rokok dan suara bapak-bapak berdebat politik seakan mereka tahu apa yang paling benar. Suara anak-anak bermain di gang-gang sempit, harum aroma masakan menghidupi kota itu. Kucing berteriak mengejar kucing, anjing menggonggong mengejar kucing. Ramai, kota itu kecil tapi begitu hidup.

Sampai setibanya saat itu, saat seorang suami menangisi istrinya, seorang ayah meratapi putrinya, seorang lelaki menaruh dendam pada kota itu. Istri dan putrinya dibunuh keji di siang bolong di alun-alun kota. Tempat paling ramai di kota itu, tempat pedagang kaki lima menjajakan dagangannya, mulai dari tukang bakso hingga tukang koran, tempat bapak mencari nafkah,tempat muda-mudi menghabiskan sore dengan bersendagurau, sepasang kekasih bermesra-mesraan. Tetapi siang itu tidak ada yang memerhatikan ketika ibu dan anak ditikam keji pencuri yang menginginkan uang dan perhiasan yang mereka bawa. Tidak ada yang peduli dengan teriakan minta tolong mereka. Setiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing, penjual dengan barang dagangannya, lelaki dengan rokok di mulutnya, pemuda dengan teman-temannya, seorang kekasih dengan pasangannya. Ketika semua sudah lewat, sang suami dan ayah hanya bisa berteriak nelangsa, meratapi kepergian istri dan anaknya.

Seorang diri menggotong mayat mereka dan menguburkannya di hutan di luar kota itu. Ia kembali ke jantung kota itu dan berteriak, ”Kota ini akan mati, tidak ada manusia baru yang akan datang, yang lama akan menghilang. Orang tua akan meninggalkan anaknya, anak akan meninggalkan ayah dan ibunya. Suami akan meninggalkan istrinya, istri akan meninggalkan suaminya. Rumah-rumah dan jalanan akan kosong. Tak ada kehidupan lagi di kota ini. Ini kutukku pada kalian semua. Kutukku akan tinggal selama-lamanya.” Setelah berkata demikian, ia menembakkan beceng yang dibawanya tepat di kepala, menyusul anak dan istrinya.

Awalnya tidak ada yang percaya dengan kutukan itu. Tapi lama kelamaan apa yang dikatakan pria itu terwujud juga. Setiap harinya ada saja orang yang menghilang. Ayah yang tidak pulang, istri yang kabur entah ke mana, anak-anak pergi tak kembali. Yang di dalam tak bisa mencari keluar, ada kekuatan yang menahan mereka untuk mencari. Beberapa orang meninggal tiba-tiba, tanpa sebab yang pasti. Tidak lagi ada pendatang di kota itu. Tidak ada lagi ibu yang mengandung. Kota itu dipenuhi ratap tangis. Setiap hari kota itu semakin sepi. Tidak ada lagi orang yang berdagang di pasar dan alun-alun kota, warung-warung kopi tak lagi buka, tak lagi ada suara mobil dan motor yang berseliweran, tak ada lagi suara anak-anak bermain. Sekuat apapun keluarga menjaga sanak saudaranya pasti ada yang hilang tak kembali, sebaik apapun kesehatan di jaga akhirnya kematian menimpa mereka juga.

***

Tertinggal lah Mardi, satu-satunya yang tersisa di kota itu. Semuanya sudah tak ada lagi. Dari semua keluarganya, dari semua tetangganya, hanya dia lah yang masih bertahan di kota itu. Pasrah menunggu ajal. Ketidakpedulian membunuh kota ini, pikirnya. Andai waktu itu ada yang berusaha menolong istri dan putri pria itu, andai mereka tidak celahal ini tak mungkin terjadi, kota ini akan tetap hidup, keluargaku tak mungkin pergi. Apa hendak di kata semua sudah terjadi, sekarang aku hanya perlu menunggu kutukan itu menjemputku, membawaku ke tempat kutukan itu berasal.

Hello world!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can always preview any post or edit it before you share it to the world.